A.
Latar
Belakang
Pendidikan
di Indonesia selalu mengalami perubahan, perubahan apa? Tidak lain adalah
perubahan pada kurikulum. Kurikulum adalah tolak ukur yang dibuat pemerintah
untuk mengetahui hasil belajar dan peningkatan mutu serta standart pendidikan
Indonesia yang sampai saat ini masih mengalami
permasalahan.
Permasalahan yang ada dalam dunia
pendidikan formal bertambah dari tahun ke tahun. Salah satu permasalahan utama
yang dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan formal pada
setiap jenjang pendidikan. Usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan
kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan
prasarana pendidikan dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian
berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti.
Pendidikan
merupakan hal yang harus selalu ditingkatkan kualitasnya. Lulusan yang
diharapkan adalah lulusan yang mampu menghadapi dan menyesuaikan dengan era
globalisasi yang inofatif dan kompetitif. Menurut Mahlk dan Grisay (1991, Team
Modul FKIP Unmul 2008) pendidikan dikatakan bermutu apabila produk atau hasil
dari pendidikan yang diselenggarakan (aspek kognitif, psikomotor dan afektif)
sudah memenuhi standart yang ditetapkan dalam tujuan pendidikan dan hasil
tersebut sudah sesuai dengan kondisi masyarakat dan lingkungan serta kebutuhan.
Banyak pihak yang mempertanyakan apa
yang salah dalam penyelenggaraan pendidikan kita? dari berbagai pengamatan dan
analisis data ada banyak faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak
mengalami peningkatan yang bermakna, salah satunya yaitu pendekatan yang
digunakan di dalam kelas belum mampu menciptakan kondisi optimal bagi
berlangsungnya pembelajaran. Selama ini pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan input-output analisis, yaitu pendekatan yang menganggap bahwa
apabila input pendidikan seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat
pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan lainnya dipenuhi maka mutu
pendidikan secara otomatis akan terjadi. Dalam kenyataan mutu pendidikan yang
diharapkan tidak terjadi, mengapa? karena selama ini pendekatan terlalu
memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan proses pendidikan
padahal proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.
Kenyataan menunjukkan bahwa sampai
saat ini masih banyak guru yang menggunakan pendekatan tradisional dalam
pembelajaran matematika sehingga siswa belum terarahkan untuk memahami sendiri
konsep-konsep matematika yang sedang dipelajari. Pendekatan tradisional
tersebut belum mampu mengembangkan kemampuan kognitif (penalaran), afektif
(sikap), dan psikomotorik (keterampilan) seperti yang digariskan dalam garis
besar proses pembelajaran (GBPP). Dengan demikian siswa hanya cenderung
menghafalkan konsep-konsep matematika yang dipelajarinya tanpa memahami dengan
benar. Akibatnya penguasaan terhadap konsep-konsep matematika siswa menjadi
sangat kurang. Selain itu guru sebagai pemberi informasi cenderung mendominasi
kegiatan pembelajaran di kelas sehingga tidak terjadi hubungan timbal balik
antar guru dan siswa yang berimplikasi terhadap kualitas pembelajaran dalam
proses belajar mengajar matematika.
Sejalan
dengan perkembangan dunia pendidikan di era globalisasi dan juga tuntutan
Tujuan Pendidikan Nasional yang telah ditetapkan pemerintah maka pelaksanaan
pembelajaran di sekolah juga harus ada peningkatan mutu baik guru / tenaga
pendidik, siswa, sarana prasarana, maupun proses pembelajarannya. Dalam hal ini
semua proses yang berjalan juga tidak lepas dari peran serta pemerintah, orang
tua, guru dan peserta didik itu sendiri.
Penguasaan matematika sejak dini sangat erat kaitannya
dengan bagaimana cara guru memilih dan menerapkan metode pembelajaran di
sekolah khususnya di kelas. Menurut Suprijono ( 2009 : 55) berawal dari
pendekatan kontruktivisme Piaget yang menyatakan peserta didik
mengonstruksi pengetahuan mentransformasikan, mengorganisasikan, dan
mereorganisasikan pengetahuan sebelumnya serta teori Vigotsky yang
menekankan peserta didik mengonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial
dengan orang lain. Maka dapat dikatakan bahwa pengetahuan yang didapat siswa
berasal dari pengontruksian pengetahuannya sendiri yang didukung dengan
interaksi sosial dengan orang lain sehingga dapat tercapainya penguasaan materi
pelajaran secara maksimal khususnya dalam penguasaan materi pelajaran
matematika.
Berdasarkan
observasi yang peneliti lakukan di SMP Negeri 01 Jelimpo Kalimantan Barat,
ketika siswa diberikan soal mentah tentang materi yang sudah dipelajari, siswa
merasa takut, dan kurang bisa menyelesaikan soal dengan baik. Siswa malah
merasa jenuh dengan soal yang diberi, tidak tahu alasannya, menurut peneliti
hanya saja pada saat mengevaluasi, guru matematika kurang kreatif untuk
memancing siswa dalam mengerjakan soal dan dalam pembelajaran masih terfokus
pada guru yang hanya menjelaskan dan kurang melibatkan siswa dalam
pembelajarannya.
Hal
ini harus ada perbaikan dalam pembelajaran apalagi saat hendak memberikan
soal-soal evaluasi, untuk mengukur kemampuan siswa dan dalam pengambilan data
yang maksimal. Maka peneliti mencoba untuk menggunakan metode bermain Sudoku, yang dimana metode ini akan
digunakan pada saat akan memberikan soal dan contoh-contoh soal yang kreatif,
serta guru mengajak siswa untuk berfikir dan menjawab secara bersama.
Metode
bermain ini diharapkan dapat meningkatkan minat dan aktivitas belajar siswa,
karena dalam suasana bermain siswa dapat belajar tanpa rasa terbebani, dan guru
juga dapat menyampaikan materi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Berdasarkan kurikulum
dan silabus SMP kelas VII semester I terdapat materi yang akan peneliti gunakan
untuk mengimplementasikan metode bermain sudoku
ini yaitu operasi penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian pada bilangan bulat. Hal ini dimaksudkan untuk
meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal-soal matematika siswa kelas VII SMP
Negeri 01 Jelimpo Kalimantan Barat.
No comments:
Post a Comment
siap untuk komentarnya saudara